Kamis, 04 Desember 2014

Cerpen : Draw and Pen


Draw n’ Pen

Seorang gadis berjalan menyusuri jalanan sepi sebuah pemakaman dengan masih memakai seragam sekolah. Vetyara Meylan, itulah tulisan yang tertera di name tag yang terpasang di bajunya.
            Tap... tap...
            Ia segera mempercepat langkahnya ketika melihat sebuah objek yang ia tuju.
“Halo... Ibu, apa kabar??” sapanya dengan siluet bulan sabit yang mengembang di bibirnya.
            Ia duduk di samping batu nisan itu, dan mengeluarkan sebuah buku lalu membacanya ayat – ayat yang tertera pada buku itu dengan khidmat. Matanya menatap sendu ke arah batu nisan itu, pelupuk matanya sudah mulai basah.
            Drrrtt....drrrtt
            Getaran Handphone memaksanya untuk segera menghapus jejak – jejak air mata yang sedari tadi mengalir membasahi pipi gempalnya.
“Ada apa?”
“Mey, sory ya nanti malem aku nggak bisa nemenin kamu pergi ke pameran, soalnya mendadak adikku sakit, dan aku harus jagain dia dulu” suara di seberang tampak takut
“Oohh, ya udah nggak apa – apa, aku bisa ke sana sendiri kok, semoga adikmu cepet sembuh yaa...”
“Sekali lagi aku minta maaf ya, Mey..”
“Iya, nggak apa – apa kok, kalo gitu aku tutup dulu ya teleponnya. Bye”.
            Meylan atau Mey, begitulah ia biasa dipanggil. Ia melirik ke pergelangan tangannya untuk memastikan waktu agar dia tidak telat datang ke pameran. Waktu menunjukkan pukul 15.10, dan dia memutuskan untuk segera pulang. Ia kembali menyusuri jalanan sepi itu lagi, hingga matanya menangkap sebuah objek yang berhasil membuat pupil matanya membesar.
“HEI... APA YANG KAU LAKUKAN ??!!” bentaknya seketika
“Bukan urusanmu!!” balas gadis itu acuh
“Bagaimana bisa itu bukan urusanku, kamu mau gantung diri di depanku dan bilang itu bukn urusanku?? Hahh ?!”
“Terserahlah”
“Ayolah kawan, tak ada masalah yang tak bisa kita selesaikan” Meylan coba menenangkan gadis itu, dan ia berencana untuk meyambar gadis itu ketika lengah.
“Kau tidak akan mengerti!” tangisnya tiba – tiba meledak. Seketika itu juga Meylan menyambar tubuh gadis itu hingga keduanya bergulingan di tanah pemakaman.
            Gadis itu terisak memeluk batu nisan di sampingnya. Gadis itu tak beranjak sedikitpun,  Meylan tak sampai hati untuk meninggalkan gadis itu di tempat seperti ini. Dia memutuskan untuk menemani gadis itu dan merelakan pameran yang ia nantikan. Keduanya disandera kebisuan selama beberapa waktu, hingga Meylan mencoba untuk memecah keheningan.
“Kalau boleh tau, kamu ada masalah apa sih?? Kalau kamu mau cerita sihh, kalau nggak juga nggak apa – apa kok” tanyanya sehalus mungkin agar tak menyakiti perasaan gadis itu. Namun, gadis itu hanaya diam dan menatap Meylan dari ujung rambut sampai kaki.
“Dia... kakakku....”
“Jadi... kakakmu sudah....??”
“Ya, kakakku meninggal karena kebakaran” jawabnya semakin lirih.
“Ayah?? Ibu??”
“Mereka juga sudah berbeda alam denganku sejak aku berumur 13 tahun, di dunia ini aku hanya punya kakak, namun Tuhan lagi – lagi memanggilnya.” Air matanya mulai menetes membasahi mata cekungnya. Meylan hanya terdiam,  di dalam hati ia berseru “ kita sama, kita sebatangkara di dunia fana ini”.
“Nama kamu siapa? Namaku Vetyara Meylan, bisa dipanggil Mey atau Meylan” tanya Meylan dengan mengulurkan tangan
“Namaku Bella, Bella Nadya..”  menjabat tangan Meylan.
“Bolehkah aku memanggilmu Lana??”
Mendengar hal itu Bella tersentak, namun ia segera menutupi kekagetannya dengan seulas senyum.
“Ahh.. iya boleh kok, kalian sama”.
“Sama?? Sama kayak siapa??” Meylan keheranan mendengar pernyataan Bella / Lana
“Sama kayak kakakku, dia juga memanggilku Lana, katanya supaya spesial” jawabnya dengan senyum getir.
“Apakah aku membuatmu teringat kembali kepada kakakmu?? Apakah aku sebaiknya memanggilmu Bella atau Nadya??” Meylan merasa bersalah karena ia kembali mengingatkan Bella kepada kakaknya.
“Nggak apa – apa kok, aku malah suka kalau ada yang manggil aku Lana”
“Lana, aku memang tidak pandai merangkai kata – kata, tetapi aku hanya ingin menyampaikan kalau kamu mau menangis menangislah dengan begitulah kamu bisa menikmati hidup, dan jika tak ada bahu untuk bersandar masih ada pijakan untuk bersujud kepada Allah SWT”.
            Air mata Lana mengalir semakin deras, sedangkan Meylan bingung mau berbuat apa, ia hanya menepuk – nepuk pundak Lana dengan tujuan agar Lana bisa sedikit tenang. Sudah berjam – jam mereka habiskan di tempat pemakaman itu. Hanya mereka berdua dan diiringi alunan musik alam, dan sesekali terdengar suara burung hantu.
“Lana...”
“Iya...”
“Kita sebenernya punya nasib sama kok”
“Maksudnya??”
“Aku juga sebatang kara di dunia ini”
“Jadi.....”
Flashback
Meylan berlari sekuat tenaga untuk mengejar dan memblok lawanyya. Bulir – bulir keringat menetes membasahi seluruh tubuhnya. Dan akhirnya ia berhasil mencuri bola dari lawannya, dan mendriblenya ke lapangan lawan dan berusaha mencetak angka. Ia bertekad untuk memenangkan pertandingan final ini. Namun, sayang, ia didorong dan dijegal lawannya hingga tersungkur mencium lantai. Ia merasakan sakit yang luar basa di lututnya, namun ia tak manghiraukannya.
            Two shoot SMP Teiko
Ia memutuskan untuk melalukan tembakan freethrow dan berharap bisa mencetak angka dan mampu mengubah keadaan. Tembakan yang pertama sudah dilakukan, namun takdir berkehendak lain, tembakannya meleset, rasa sakit di lututnya semakin menjadi. Kakinya bergetar saat berlutut dan dengan sisa tenaga yang ada ia mencoba untuk melakukan tembakan yang kedua.
            One point for SMP Teiko
Perjungannya membuahkan hasil, dia berhasil mencetak satu angka untuk timnya, dan sekarang kedudukan seri.
            Prrrrtttt...
Tiupan peluit panjang menadakan berakhirnya pertandingan ini. Dan Meylan mampu melawan rasa sakitnya hingga akhir. Walaupun, setelah pertandingan itu kakinya sulit untuk melangkah. Saat itu juga ia dibawa ke rumah sakit terdekat agar cepat mendapat penanganan. Dia divonis tidak bisa bermain basket lagi, bahkan untuk berlaripun ia tak bisa sekencang dulu, dia tak bisa melompat setinggi dulu. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, itulah peribahasa yang dapat menggambarkan keadaan Meylan sekarang. Ibunya mengalami kecelakaan saat perjalanan menuju rumah sakit, dan ibunya harus meregang nyawa saat itu juga. Perasaannya tak karuan saat itu, bahagia karena timnya menjadi juara 1, kecewa karena ia tidak bisa bermain basket lagi, dan sedih ketika mengetahui bahwa seseorang yang sangat a sayangi telah berpulang.
            Setelah kejadian malam itu, hidupnya tak karuan, dia mulai sering membolos, menghabiskan waktu di makam ibunya sepanjang hari. Hingga suatu saat ia tersadar dan mulai menata ulang hidupnya, karena dia tidak bisa bermain basket lagi dan cita – citanya untuk menjadi atlet basket pupus, ia memutuskan untuk menekuni bidang lain, yaitu seni rupa, ia hanya belajar otodidak, melihat cara orang menggambar lalu mempraktekkannya. Entah karena kepepet atau memang sudah bakat alami ia mampu menggambar wajah seseorang lalu menjualnya. Puing – puing semangat hidupnya mulai ia susun, berharap mampu menjalani hidup dengan lebih baik dan tidak menangisi nasib.
Flashback end
“Ya.. kira – kira seperti itulah kisah hidupku 2 tahun lalu, meneydihkan bukan??”
Lana tak bisa berkata – kata, matanya menatap lurus kearah Meylan seakan tak percaya, membuatnya bertanya – tanya, gadis seperti apa Meylan itu? Setelah mendengar cerita Meylan, Lana tersadar dan akan menta kembali hidupnya yang sempat porak – poranda, ia juga ingin membuktikan kepada kakaknya bahwa ia bisa menjadi seorang penulis terkenal.
“Ngomong – ngomong... cita – citamu apa sih?”
“Kenapa emang?”
“Cuman nanya sihh..”
“Penulis, aku ingin jadi penulis hebat”
“wah... cita – citamu hebat”
“Ah, kamu bisa aja..”
“Omong – omong kamu nggak pulang nih?? Udah lewat adzan maghrib lho, emang nggak takut apa di kuburan malem – malem??”
“Hahaha... ya udah kalau kamu mau pulang, pulang aja duluan, aku masih pengen di sini”
“Kalau kamu nggak pulang, aku juga nggak pulang”
“Lhoh kok gitu??”
“Aku takut kamu ngelakuin hal – hal nggak bermutu lagi...”
“Oke deh, kita pulang, emang kamu tinggal di mana?”
“Aku kos di deket JEC, kamu??
“Wah... deket dong, rumahku juga deket – deket situ”
“Ya udah, kita bareng aja pulangnya”.
            Setelah pertemun singkatnya dengan Lana malam itu, mereka jadi sering menghabiskan waktu bersama, mereka sering mengarang cerita bersama, Lana membuat dalam versi tulisan, sedangkan Meylan membuat versi gambarnya. Lana berencana untuk mengangkat kisah hidup mereka dalam sebuah judul buku, sedangkan Meylan berencana untuk membuat sebuah komik dan mengangkat masalah yang sama dengan Lana, dan mereka sepakat untuk memberi judul “Draw n’ Pen” yang berarti mereka berdua, Draw merupakan bakat yang dimiliki Meylan, Pen merupakan alat untuk menulis, atau bisa diartikan Lana.


**********

Senin, 04 Agustus 2014

Cerpen : Seindah Puisiku

Seindah Puisiku
Pagi Pertama^^
Sebuah kacamata bertaling merah yang cukup jadul membingkai rapi kedua mata gadis berjilbab putih. Pagi ini dia tampak berbeda dari biasanya, tampak lebih segar dan sangat ceria. Gaya jalan bungkuk dirubah menjadi tegap dengan senyum tipis disetiap langkah.
“Kau baik-baik saja?”
“Iya, seperti yang kau lihat.” senyum itu terus mengikuti raut wajah yang biasanya tampak lecek seperti uang receh para supir angkot. Maklum, hari pertama saat kami duduk di kelas sebelas.
“Aku mau cerita banyak ke kamu, ayo cepet aku udah nggak sabar.” menarik tanganku hingga hampir copot kalau tangan ini nggak dikaruniai tulang.
“Dinar.. kamu tau kan yang namanya Bimo? Itu lho kakak kelas kita yang kece badai tralala trilili.”
“Ya, memangnya kenapa? Kamu ditembak sama dia? Kok sampai gendang telingaku sakit denger suara cetarmu. Atau malah kalian udah jadian? Peje lah pajak jadian gitu mumpung aku belum sarapan tadi pagi.”
“Dia belum nyatain yang serius sih Din, tapi dia sering banget kirim puisi unyu gitu ke aku. Aku juga nggak tau dia dapet nomerku dari mana yang jelas dia itu sweet banget, bikin aku klepek-klepek kayak ikan tanpa air. Dia juga sering ngirim mawar merah putih ke rumah biasanya di situ juga ada gulungan kertas unyu. Kelihatannya dia nasionalismenya tinggi deh sampai bunga yang dia kasih ke aku merah putih, hahaha.”
“Itu mah dia udah kasih tanda-tanda ke kamu Neo. Seandainya nih kak Bimo bener nembak kamu gimana?”
“Aku mau banget lah siapa sih yang bisa nolak cowok kayak kak Bimo, udah keren, jago basket plus jago puisi. Dia itu kayak pangeran yang selama ini kita impikan tau.”
“Haishh... iya deh iya.”
            Kami pergi menuju lantai atas agar bisa lebih jelas lihat kak Bimo dan teman-temannya yang super kece kata Neopolitan. Kalau dipikir seribu kali dan kalau dilihat berjuta kali ternyata kak Bimo biasa aja tuh nggak keren, ya standart lah, tapi entah kenapa Neo suka banget sama tuh cowok. Dan akhirnya aku nggak sengaja ngelontarin kata yang ada dipikiranku di depan Neo.
“Biasa aja.”
“Apa Din? Mereka keren tau, masak kamu bilang biasa aja sih. Kamunya nggak normal deh. Semua cewek di sekolah ini coba kamu tanyain satu per satu pasti banyak yang bilang keren. Cuma kamu deh Din yang bilang mereka biasa.”
            Apa benar yang dibilang Neo, apa memang aku nggak normal ya? Aku bingung tapi perasaanku bicara sih emang kak Bimo itu biasa aja, lha mukanya aja kayak pak Ogah temen si Unyil kok. Rambutnya cepak hampir botak, sukanya bilang ‘gopek dulu dong’, tapi iyasih banyak kelebihan dibanding kekurangan yang dia miliki. Badan tinggi tegap, warna kulit sawo matang, hidung mancung, sholeh kayaknya, jago bikin puisi, jago basket pula. Tapi tetep aja menurutku dia kayak Pak Ogah.
Malam Pertama^^
            Matahari udah mulai malu menampakkan diri, kini sang bulan yang mengganti si matahari untuk menerangi makhluk di bumi. Wah setia banget ya mereka, selalu mengisi secara bergantian, mau berbagi walau tak selalu bersama. Apakah aku dan Neo bisa seperti bulan dan matahari ya, apakah kita bakal langgeng seperti itu? Biar keadaan yang menjawabnya.
Aku suka dengan suasana malam ditambah percikan hujan yang dengan lembut menyapu wajah ini. Entah mengapa  aku teringat akan sosok pak Ogah, ketika dia lewat depan rumah membawa sepasang bunga merah putih beserta segulung kertas yang pasti berisi puisi buat Neopolitan mungkin. Dasar alay gumam batinku. Ini kan udah zaman maju kok ya masih ada cowok mau bergelut di bidang sastra terlebih puisi. Kumpulan puisi kak Bimo pasti memenuhi mading dan majalah bulanan yang pihak sekolah terbitkan. Tak henti-hentinya nama Bimo Alfernanda Sutasoma tertulis disetiap kumpulan sastra sekolah kami, persis seperti puisi karangan Mpu Tantular yang melonjak naik pada zaman dahulu kala. Menurutku puisi yang dia buat lebih indah puisi buatanku, tapi aku nggak nyangka namaku tak pernah muncul dimana-mana paling munculnya hanya di netbok sendiri atau hanya muncul di memo android kepunyaanku.
            Harus aku tingkatin kayak apalagi coba? Menurutku dan menurut Neo puisi buatanku itu the best.  Hanya saja pak Ogah nggak mau ngluwangin waktu buat nyamperin aku tatkala aku sedang asyik mendaratkan jemari yang nggak lentik di netbok. Seandainya dia tau betapa dahsyatnya puisi karya Dinar Nales Panuluh pasti dia minder deh.
Oke, mungkin hanya dengan cara ini pak Ogah mau baca puisiku, dan dia mau bantu aku terkenal kayak dia. Saatnya memulai rencana. Hape mana hape.. tulis pesan isinya tentang puisi yang paling the best kirim ke pak Ogah, untung aku punya nomer pak Ogah dari majalah sekolah.
Sent : Pak Ogah <085640123456>
            SENJA
Merubah mega serasa permen kapas yang sangat manis
Menyejukkan puingan hati dari luka yang membara
Mengisi setiap kekosongan menjadi sesuatu yang sempurna
Adanya cinta dan ketulusan yang dapat merubah mega serasa permen kapas
Adanya dua hati yang mau berbagi kekosongan yang pasti bukan sekedar asal-asalan
Kau harus sadar itu tatkala senja dan kesepiannya menyapa
20:02, 24 Jun
            From : Pak Ogah <085640123456>
            Puisi yang cukup indah, oiya dengan siapa saya sedang berbalas pesan?
20:05, 24 Jun
Oh tuhan, akankah ini menjadi sesuatu yang sangat wow di hidupku, ternyata pak Ogah baik banget. Aku harus gimana nih, ngaku kalo aku Dinar apa aku harus bohong. Soalnya aku takut ketawan Neo, aku takut Neo salah paham. Aduh apa yang harus aku lakukan? Tenang, tarik napas, belum saatnya aku ngasih tau ke pak Ogah kalau aku Dinar bisa-bisa dia sok keren lagi dikira aku suka sama dia.
Sent : Pak Ogah <085640123456>
Aku Chairil, kita satu sekolah kok kak, terimakasih kakak udah mau ngritik puisi yang aku buat. Maaf nganggu selarut ini. Tujuan aku sms kakak, aku hanya iri sama kakak. Nama kakak selalu ada di bidang sastra yang pihak sekolah terbitkan.
21:10, 24 Jun
From : Pak Ogah <085640123456>
Haha.. :D Chairil kamu bisa aja. Puisi yang ku buat biasa aja kok. Hanya kemauan dan tekad keras yang bisa buat aku kayak gini. Kamu mau seperti aku, aku bisa bantu kamu kok tapi gopek dulu dong. Ahahaha becanda kok Chai nggak usah pake gopek. Kalau kamu nggak keberatan puisi yang barusan kamu kirim bakal aku terbitin di buletin sekolah gimana?
21:19, 24 Jun
Sent : Pak Ogah <085640123456>
Wah, terimakasih kak Bimo. Terimakasih banyak. Yasudah kak selamat malam, terimakasih sudah mau membantu.
21:30, 24 Jun
Pagi Kedua^^
Aduh!! Kenapa ada pak Ogah bersanding dengan Neo? Duh, duh, duh gimana kalau pak Ogah tanya-tanya soal nomer itu. Wah pasti aku bakal habis nih. Mending pura-pura nggak lihat.
“Dinar.. sini ikut gabung sama kita.” Neo lihat aku lagi. Gimana nih. Tarik napas dan mbesss...
“Eh iya, hai Neo, hai kak Bimo, aku sebenernya nggak mau ganggu kalian.”
“Dinar apaan sih, kamu nggak nganggu kita kok. Oiya kak, ini Dinar sahabat aku dari kecil sebelum masuk TK malah.”
“Oo, ini yang namanya Dinar. Jadi kamu yang....”
“Bukan kak, emm itu bukan aku, emm mungkin kakak salah ngira, aku nggak pernah sms kakak.”
“Ha apa Din? Sms apaan? Maksud kak Bimo itu bener kalau kamu Dinar yang sering aku ceritain. Lhah kok kamu malah jadi gugup sih. Ooiya kak, Dinar  juga jago bikin puisi lho persis seperti kakak.”
“Aku nggak gugup kok Neo, mungkin aku kurang fokus aja. Lebih baik aku sarapan dulu kali ya biar fokus. Permisi kak Bimo, duluan ya Neo.”  dari pada nanti aku ketangkap basah mending kabur aja.
“Temen kamu aneh Neo, hahaha.” Kak Bimo nampakin gigi super putihnya dihadapan Neo.
“Dia memang kayak gitu kak kalau belum sarapan, tapi sebenarnya dia asyik kadang lumayan cuek sih.”
Di balik pohon cemara aku memandangi mereka yang sedang seru beradu gelak tawa. Sedangkan aku hanya berteman sepotong roti pengganjal perut. Kak Bimo memang kayak pak Ogah tapi bener kata Neo dia mirip pangeran yang kami idamkan. Neo beruntung bisa jadian sama kak Bimo, sebaliknya kak Bimo juga beruntung bisa dekat sama Neo. Mereka pasangan yang serasi. Mengapa perasaanku seperti ini, seperti tidak rela melihat keakraban itu.
 Bukankah aku lebih sempurna dibanding Neo? Tapi kenapa Neo yang dekat sama kak Bimo. Kenapa aku seperti ini Tuhan? Kenapa aku iri sama Neo, bukankah dia sahabatku dan tak seharusnya aku berfikir sepicik itu. Aku harus merelakan kak Bimo untuk Neo. Dulu aku hanya kagum dengan kak Bimo, hanya sebatas itu. Di mataku kak Bimo itu standart, tapi kenapa rasa tak rela muncul ketika aku melihat Neo dan kak Bimo bersatu. Dustakah aku Tuhan?
Semakin aku mencoba berpaling muka dari mereka, semakin aku ingin tau apa yang sedang mereka lakukan. Haruskah aku terjerat perkataan Neo jika benci bisa jadi cinta, tapi aku tak pernah sedikitpun membencinya. Aku biasa aja terhadap kak Bimo tak kurang juga tak lebih. Seharusnya aku bisa menerima kenyataan demi kebahagiaan sahabatku Neo.
“Din, sendirian aja. Kamu lihat apa sih?”
“Nggak apa-apa kok cuma lihat insan Tuhan sedang kasmaran.”
“Din, kamu cemburu ya, soalnya dari tadi kamu lihatin Bimo sama Neo terus? Roti di tangan kamu juga masih utuh. Biasanya nggak pernah seperti ini, kamukan cewek paling doyan makan di sekolah, sampai pipimu aja mirip bakpao.”
“Apa? Bukan kok aku sama sekali nggak cemburu. Hanya saja roti ini nggak enak.” jawabku tanpa gairah.
“Oo gara-gara roti, ya sudah sini aku aja yang makan dari pada mubazir.”
Suara itu mengambil perlahan roti di tanganku. Anehnya suara itu tau siapa aku dan apa kebiasaanku. Pandanganku masih terpusat kepada mereka aku mengabaikan siapa lawan bicaraku. Terlintas pesawat kecil dihadapanku dan aku sadar bahwa apa yang ku lakukan salah. Lebih baik aku melihat siapa pemilik suara itu.
“Lhoh...? Bukannya kakak teman kak Bimo? Lantas kakak tau kebiasaanku dari mana? Terus kenapa kakak makan roti ku kan aku lapar kak.”
“Iya aku Anwar teman Bimo. Aku tau seluruh kebiasaanmu dari Neo. Roti? Bukannya kamu sendiri yang bilang rotinya nggak enak. Mumpung aku lapar jadi aku makan deh.”
“Kak Anwar... kenapa dimakan sih? Pokoknya kakak harus beliin aku nasi goreng keju di kantin! Ayo!!!”
“Iya deh iya, 5 menit lagi mau bel masuk gimana? Pulang sekolah aja ya belinya.”
“Perutku pasti main keroncong deh, sabar ya cacing manis. Kak Anwar suka jail sama Dinar. Kamu harus sabar, pulang sekolah mau dibeliin nasi goreng keju sama kak Anwar.”
“Itung-itung diet tembem, pipinya udah segede bakpo itu lho...” melontarkan senyum manis di hadapanku.
Tetott, tetoot bel masuk udah berbunyi, 2 menit lebih awal dari perkiraan kak Anwar. Selama pelajaran dimulai terlintas perkataan kak Anwar. Dia bilang aku tembem, apa iya aku tembem. Bukannya aku ini cute ya. Duh lupakan. Paling kak Anwar naksir sama aku. Kalau iya gimana, kalau kak Anwar suka sama aku nanti aku ditembak, nanti aku nggak bisa bebas makan dong, lha tadi udah suruh diet sama dia. Aku simpatinya kan sama kak Bimo bukan kak Anwar. Memang sih kak Anwar jauh lebih cool dibanding kak Bimo tapi dia nggak bisa buat puisi. Apa iya ini jodoh dari-Nya untuk Dinar Nales Panuluh biar aku bisa tau rasa asmara, biar aku lebih lembut jadi orang dan biar aku lebih sesuatu gitu dibanding Dinar yang dulu.
Ternyata pelajaran kali ini mengenal asmara seperti yang aku rasa sebelum pelajaran ini disampaikan. Kata guru agamaku, Islam tidak mengajarkan tentang pacaran, namun Islam mengajarkan tentang ta’aruf atau saling mengenal. Berarti Neo dan kak Bimo nggak dibolehin dong dalam Islam. Oke, sekarang aku tahu, kalau bisa aku nggak mau pacaran. Takut dosa. Mungkin lebih baik aku menjadi pengagum rahasia agar tidak menyakiti hati sahabatku Neo. Lalu apa aku harus membiarkan kak Anwar semakin berharap untuk mendapatkan separuh hatiku, membiarkannya begitu saja tanpa mengubrisnya. Malang sekali nasib kak Anwar, tidak seharusnya aku bersikap dingin kepadanya. Itu hak kak Anwar jika dia menaruh separuh hatinya untukku. Yang terpenting ada kewajiban untukku menanggapi apa yang akan diutarakan kak Anwar. Sekali lagi kalau bisa Dinar tidak mau pacaran dulu ingat pesan mama, papa, dan guru agama bahwa jodoh akan datang dengan sendirinya tapi kita juga harus berusaha mencari bukan untuk kini tapi kelak jika sudah mampu menghadapi kerasnya hidup, untuk saat ini Dinar mau fokus sama ilmu dulu biar cintanya lebih berkelas seperti kata pak Mario Teguh.
Klunting . . . pesan baru dari Neo.
From : Neopolitan <085640112233>
Dinar ada buletin baru nih, ayo cepet ke ruang Osis.
12:30, 25 Jun
            Buletin baru. Yeah!! Semoga ada puisiku yang dimuat dan semoga kak Bimo nepatin janjinya tadi malam. Kalau puisi aku dimuat pasti aku bakal terkenal melebihi kak Bimo. Cuss Osis..
            “Neo, mana buletin baru?”
            “Ini Din, baca aja. Ada puisi keren lho judulnya Senja, ciptaan Chairil. Kamu tau Chairil nggak Din? Aku nggak pernah lihat itu orang.”
            Chairil itu aku Neo, kalau tadi malam aku nggak bohong sama kak Bimo pasti sekarang namaku terpampang nyata di buletin sekolah. Ya sudah, itu kesalahan aku ngapain aku bohong tadi malam. Penyesalan selalu datang belakangan sih. Pupus harapanku kali ini karena kecerobohannku dan gengsi yang aku pelihara.
Malam kedua^^
            Kalau ingat kejadian tadi pagi, waktu sempat bete lihat dua insan yang begitu akrab ditambah gagalnya jadi siswa terpopuler di sekolah gara-gara puisi karyaku diberi nama Chairil itu rasanya ancur di hati. Serumit ini asmara yang harus dijalani para remaja sepertiku. Apa ini yang dinamakan jatuh cinta diam-diam. Tapi aku lebih suka nyebut kalau cinta yang aku rasa sebagai cinta ombak yang tidak pernah stabil. Pertama kali saat belum berkenalan dengan kata bosan, memang rasanya seperti terbang melambung tinggi, sesudah berkenalan dengan rasa bosan cinta itu jatuh serendah-rendahnya. Remaja dengan segudang aksi takkan pernah terloloskan tanpa adanya relief cinta di hatinya. Tak perlu pacaran, rasa kagum juga dapat memunculkan firasat kasmaran yang amat dahsyat.
Tatkala aku ingin mengirim pesan untuk kak Bimo, hati ini berlari-lari diantara kegalauan. Aku mengurungkan niat itu. Lebih baik ku tulis sebuah puisi sederhana yang ku tunjukan pada seseorang penyambut masa depan ku. Bukan kak Bimo dan bukan kak Anwar. Mereka berdua mungkin hanya menjadi kisah masa lalu. Mereka berdua akan bertemu insan yang mereka cinta dan pasti bukan aku yang ada di antara mereka berdua seperti yang sekarang ini.
Rasa Ini
Akankah engkau sanggup menata hati yang ternodai?
Ternodai sepercik kegaluan dari tatapan kedua mataku terhadapnya
Bawa aku pergi dari sini wahai sang rembulan
Aku tak kuasa melihat mereka dengan segudang canda tawa mesra
Bawa aku lari dari sini wahai sang rembulan
Agar aku lelah sebelum melihatnya lebih lama
Aku ingin engkau melengkapi kekeroposan yang telah dia buat
Aku ingin engkau menghapus noda kegaluan yang telah dia tancapkan
Aku ingin engkau mengerti dan memahamiku
Karena cintaku serumit puisi yang ku cipta
Seindah syair puisi yang ku tulis
 Pahami aku wahai sang rembulan
Karena dengan batin ikhlasmu akan menuntunmu kepadaku
          Aku heran mengapa aku menulis puisi demikian. Baru kali ini aku menulis puisi tentang cinta beserta kegaluannya. Izinkan aku untuk tetap berkarya walau tak ada seorangpun yang mengetahui dan mau membaca karya ini, setidaknya aku bisa menghapus luka karena mereka yang tengah berbahagia. Sesungguhnya tak ada keharusan untuk aku seperti ini, tapi hati ini berkata tak mampu setiap melihat kebahagiaan mereka.
            Allah, kini tidak ada satupun orang yang bisa memahami perasaanku, tak ada yang mau mendengar curhatku setiap malam. Perlahan peluh ini turun melewati bakpao dan seketika melembabkannya. Kalau aku curhat sama mama, papa, atau kakakku pasti mereka akan tertawa mendengar semua ocehanku. Kalau aku curhat sama Neo berarti aku nikung sahabatku sendiri. Gara-gara kak Bimo semua ancur kayak gini. Kak Anwar juga tidak bisa mengakhiri masalah ini. Malah diperkeruh olehnya.
            Klunting . . . pesan baru dari pak Ogah (mataku terbuka lebar selebar-lebarnya). Ha, tralala trilili tralilali? Pak Ogah? Ngapain lagi dia sms aku, tambah galau kan jadinya. Apa aku hapus kontaknya dan aku ganti nomer baru aja ya. Tapi alangkah lebih baik aku buka pesannya terlebih dahulu. Tidak baik membuat orang menunggu.

From : Pak Ogah <085640123456>
Chairil lagi apa? Ada puisi baru nggak? Maaf lho nganggu J
21:19, 25 Jun
Ngapain coba dia kayak gitu? Oo, jadi dia cari perhatian sama semua cewek. Dasar cowok, nggak kasihan apa sama Neo. Kalau Neo tau bisa hancur lebih hancur hatinya dari apa yang aku rasa. Ih dasar cowok genit, sok kegantengan!! Oke, gue akan ikutin permainanmu, jangan sampai kamu sakitin hati Neo. Udah cukup aku yang sakit lihat kamu dan Neo bahagia, tapi aku lebih sakit kalau kamu bikin sahabatku air matanya habis!!
Sent : Pak Ogah <085640123456>
Kak Bimo pertanyaannya banyak banget, kek hujan kalo lagi turun. Yaudah aku jawab deh. Pertanyaan pertama : Aku lagi selesai upload foto di Instagram. Pertanyaan kedua: Nggak ada kak Bimo, aku kurang inspirasi. Banyak masalah nih, aku juga lagi galau makanya upload foto alay nggak jelas. Dan kak Bimo sama sekali nggak ganggu Chairil. Oke fix adalagi?
21:22, 25 Jun
From : Pak Ogah <085640123456>
Wah pasti masalah cowok ya. Cowok yg kamu suka udah jadian sama sahabat kamu. Yg sabar yang Chairil pasti suatu saat nanti kamu akan merasakan apa yang kau impikan selama ini. Belum pernah pacaran kan? Ahahah :D
21:49, 25 Jun
Duh, kenapa dia tau apa yang aku rasakan saat ini. Semua ini juga karena mu kak Bimo aku galau kayak gini. Tanggung jawab dong. Oke gue jawab lagi, gue ikutin apa yang elo mau.
Sent : Pak Ogah <085640123456>
Kok kakak tau? Terimakasih ya kak udah sedikit hilangin galau ku. Trus kakak nyindir aku gitu? Biarin, aku belum pernah pacaran yang penting aku udah pernah jatuh cinta.
22:00, 24 Jun
Aduh.. kenapa aku tadi kirim pesan kayak gitu ya. Aku malah curhat sama Pak Ogah. Duh.. terlanjur sudah. Biarin ah, dia taunya aku hanya Chairil bukan Dinar. Untunglah.

From : Pak Ogah <085640123456>
Kakak nggak salah baca kan Chai? Kamu jatuh cintanya bukan sama kakak kan? Ahahaha.. Cepet tidur soonoo, penulis puisi cuek bebek, sampai ketemu di dalam mimpi ya... Night {} ...
22:08 24 Jun
Kenapa kak Bimo sms demikian? Sebenarnya dia tahu aku Dinar nggak sih. Kok sifatnya aneh kayak gitu ya. Terus kalau Neo tau aku sering smsan kayak gini, gimana rasanya jadi Neo ya. Pasti dia bakal putusin persahabatan ini deh. Aku kejam banget ya. Tapi aku lakuin ini demi Neo biar dia nggak kena tipu daya kakak sok kegantengan itu. Apa aku salah ya? Duh.. rumit sekali rasa yang mendera hati ini. Aku memang suka sama kak Bimo, tapi keduluan sama Neo sahabatku sendiri. Aku nggak tau harus apa dan bagaimana. Sms yang kak Bimo kirim ke aku bikin aku tambah greget sama dia, tapi aku nggak boleh sakitin Neo.
“Dinar sayang, matiin lampunya. Cepet tidur nak. Besok peri kecil mama kesiangan lho bangunnya, nanti ketinggalan sama mobil kerja kakak lho.” (kata mama di balik pintu kamarku)
“Iya, ma..”
“Oke sayang, selamat malam, alarmnya dipasang ya.”
Pagi Ketiga^^
            “Mam, Pap.... Dinar hari ini berangkatnya bareng sama Neo aja ya. Biar kakak nggak usah puter balik. Kan kakak ada rapat penting katanya.” (nyomot satu lembar roti bertabur keju)
            “Bener nggak papa sayang? Nanti kalau udah pulang BM  Papa ya. Biar nanti Papa yang jemput kamu. Itu jilbabnya dibenahin, rusuh gitu. Yang rapi dong sayang.”
            “Iya Pap, Mam.. Dinar pamit ya, tenang saja Dinar sudah minum vitaminnya kok, Dinar pasti baik-baik saja. Assalamualaikum..” cium dua tangan papa mama dulu.
Sampai rumah Neo...
            “Lho, Dinar? Ayo masuk nak, Neo baru sarapan.”
            “Iya Tante terimakasih, Dinar langsung ke dalam mobil saja ya, Dinar masih rada ngantuk tante.”
            “Iya Din, nanti Tante bilangin Neo kalau kamu udah nunggu di dalam mobil. Tante ke dalam dulu ya.”
            “Iya, Tante.”
            Mobil Neo seperti mobil aku juga, kita pakainya bareng-bareng. Kita suka banget patungan buat beli bensin. Makanya aku sudah biasa banget kayak gitu. Neopolitan dan Dinar sama-sama cewek yang perhitungan soal uang. Kita bukan pelit tapi hemat lho.
Di dalam mobil Neo...
            “Din hari ini jam kosong loh. Cuma ada ajang lomba baca puisi aja. Kamu mau ikutkan?” senyum simpul.
            “Neo... aku nggak berani ah, aku nonton aja ya.”
            “Seriusan? Ini saatnya kamu tunjukkan kepada seluruh warga SMA PEJUANG bahwa kamu itu berbakat lho Din. Biar nggak cuma kak Bimo aja yang jadi pengisi acara yang paling dikagumi.”
            “Nggak mau Neo, aku malu.”
            “Ya udah. Tapi aku tetep semangatin kamu buat ikut lomba yang lain. Aku mau mimpi kamu tentang puisi-puisi itu terwujud semua Din.”
            Neopolitan.. kamu baik sekali sama aku, padahal aku hampir merebut kak Bimo dari kamu. Sekarang aku pastikan bahwa aku akan mengikis ingatan ku tentang kak Bimo. Aku merasa rendah di depan Neo kalau seperti ini terus. Aku harus jujur sama Neo secepatnya, bahwa aku sering berbalas pesan dengan kak Bimo dan aku ini adalah Chairil.
Sekolah..
            “Anak-anak dengarkan baik-baik, acara akan dimulai. Bagi peserta silakan berkumpul di samping panggung. Seluruh warga sekolah silakan duduk dikursi yang telah kami sediakan. Marilah kita buka acara dengan bacaan basmalah bagi yang beragama Islam dan non Islam menyesuaikan. Terimakasih.”
            Acara hari ini berlangsung sesuai jadwal yang telah disiapkan panitia. Di akhir acara tampak sosok lelaki berjas hitam dengan dandanan sangat rapi membawa secarik kertas putih. Perlahan suara itu terdengar di telinga kami, suara yang khas dan aku sangat mengenalnya.
Untuk Engkau Disana
Bila hanya engkau yang ada disisiku saat ini
Aku adalah makhluk paling beruntung
Melihat paras cantik terselimuti kerudung putih
Yang nampak sebatas cekungan tipis dipipi manis itu
Senyumnya jarang ku temui dan amat membekas di hati
Apakah engkau merasakan hal yang sama wahai sang mentari?
Bahwa rasa ini terus mengusik di memori
Apakah engkau tau bahwa aku mengagumi mu wahai sang mentari?
Lewat pesan kecil caraku mengobati rinduku padamu
Aku tak kuasa melihat engkau begitu acuh kepadaku
Mentari aku ingin engkau tetap menyinari hati yang gelap ini
Ajari aku agar aku mampu merubah mega menjadi permen kapas
Agar aku bisa menikmatinya bersamamu
            Suara kak Bimo, ya itu kak Bimo. Puisi yang dia bacakan. Kenapa puisinya berisikan mega dan permen kapasku. Apa yang terjadi saat ini? Aku bingung, mengapa ciri-ciri dalam puisinya berisikan aku semua? Apa ini?
            “Din, kamu sudah dengar semuannya kan. Sekarang sudah jelas.”
            “Maksud kamu apa Neo? Apa maksud semua ini? Neo, aku mau jujur sama kamu bahwa Cairil selama ini adalah aku. Neo.. aku minta maaf selama ini aku berbalas pesan dengan kak Bimo tanpa sepengetahuanmu. Aku sudah nikung kamu dari belakang Neo. Aku mengagumi kak Bimo. Benar kata kamu bahwa kak Bimo itu keren, dia emang kayak pak Ogah, Neo tapi aku tertarik kepadanya. Maafkan aku Neo.” aku menangis dan mengenggam tangan Neo.
            “Din. Aku udah tau semuanya. Kamu nggak salah kok. Aku udah tau dari awal. Sudahlah.”
            “Neo.. maafin aku ya.”
            “Din.. kamu sahabat aku dari zaman kita masih baby. Masa kamu nggak tau bahwa Bimo itu saudara aku sih? Bimo itu cinta sama kamu dari lama, dia dekatin aku biar bisa dekat sama kamu. Dia kirim mawar dan puisi itu buat kamu, tapi dia nggak pernah berani ngasih kamu langsung. Kamu itu cuek bebek sekali.”
            “Jadi Neo? Kamu bukan siapa-siapanya kak Bimo? Bukan pacar? Kamu kok tega ya. Jail sekali.”
            “Din, kamu sudah tau kan bahwa aku pengagum rahasiamu. Aku udah tau kok kalau kamu nyamar jadi Chairil.”
            “Kamu tahu kak Bim?”
            “Tahulah, yang galau gara-gara aku ya ada. Yang sering panggil aku pak Ogah ya ada.”
            “Jahatnya... Kalian cocok deh ikutan audisi jadi artis. Akting kalian bagus.” manyun akunya
            “Aku cinta kamu Dinar, aku mencintaimu secara diam-diam. Aku tau kamu belum mau pacaran, tapi aku akan menunggumu sampai nanti. Walau kita tak bisa bersama tapi kita akan langgeng seperti bulan dan mentari. Aku akan menjadi sosok yang nyata seperti yang kau tulis dalam puisimu Rasa Ini.”
            “Aku juga mengagumimu dan mencintaimu secara diam-diam pak Ogah. Aku akan menagih janjimu. Kalau kamu bakal nunggu aku suatu saat nanti.”
            Hari kesekian memang terasa indah, akhirnya jatuh cinta diam-diam yang selama ini kami jalani berujung pada cinta yang pasti, tentunya cinta yang halal. Jatuh cinta diam-diam itu sakitnya luar biasa. Lebih sakit dari sakit gigi, karena apa? Melihat orang yang kita kagumi bersanding dengan orang lain, rasa sakitnya itu menjalar dimana-mana, susah tidur, makan, atau bahkan pikiran ini penuh dengan dia sosok yang kita kagumi. Apalagi cinta diam-diam yang kita rajut tersendat karena sahabat kita sendiri. Tapi jatuh cinta diam-diam bisa berujung manis seperti permen kapas, asalkan cinta kita terbalas. Bukan bertepuk sebelah tangan. Jangan pernah lelah mengagumi sosok yang dicintai secara diam-diam karena suatu saat nanti dia akan merasakan apa yang kau rasa. Sekeras apapun gula batu, pasti ia akan larut di dalam air jika mau sabar menunggu.

“Neo, aku juga mencintaimu secara diam-diam.” cetus kak Anwar di belakang kami bertiga.