Seindah Puisiku
Pagi Pertama^^
Sebuah
kacamata bertaling merah yang cukup jadul membingkai rapi kedua mata gadis
berjilbab putih. Pagi ini dia tampak berbeda dari biasanya, tampak lebih segar
dan sangat ceria. Gaya jalan bungkuk dirubah menjadi tegap dengan senyum tipis
disetiap langkah.
“Kau
baik-baik saja?”
“Iya,
seperti yang kau lihat.” senyum itu terus mengikuti raut wajah yang biasanya
tampak lecek seperti uang receh para supir angkot. Maklum, hari pertama saat
kami duduk di kelas sebelas.
“Aku
mau cerita banyak ke kamu, ayo cepet aku udah nggak sabar.” menarik tanganku
hingga hampir copot kalau tangan ini nggak dikaruniai tulang.
“Dinar..
kamu tau kan yang namanya Bimo? Itu lho kakak kelas kita yang kece badai
tralala trilili.”
“Ya,
memangnya kenapa? Kamu ditembak sama dia? Kok sampai gendang telingaku sakit
denger suara cetarmu. Atau malah kalian udah jadian? Peje lah pajak jadian gitu
mumpung aku belum sarapan tadi pagi.”
“Dia
belum nyatain yang serius sih Din, tapi dia sering banget kirim puisi unyu gitu
ke aku. Aku juga nggak tau dia dapet nomerku dari mana yang jelas dia itu sweet banget, bikin aku klepek-klepek kayak ikan tanpa air. Dia
juga sering ngirim mawar merah putih ke rumah biasanya di situ juga ada
gulungan kertas unyu. Kelihatannya dia nasionalismenya tinggi deh sampai bunga
yang dia kasih ke aku merah putih, hahaha.”
“Itu
mah dia udah kasih tanda-tanda ke kamu Neo. Seandainya nih kak Bimo bener
nembak kamu gimana?”
“Aku
mau banget lah siapa sih yang bisa nolak cowok kayak kak Bimo, udah keren, jago
basket plus jago puisi. Dia itu kayak pangeran yang selama ini kita impikan
tau.”
“Haishh...
iya deh iya.”
Kami pergi menuju lantai atas agar bisa lebih jelas lihat
kak Bimo dan teman-temannya yang super kece kata Neopolitan. Kalau dipikir
seribu kali dan kalau dilihat berjuta kali ternyata kak Bimo biasa aja tuh
nggak keren, ya standart lah, tapi
entah kenapa Neo suka banget sama tuh cowok. Dan akhirnya aku nggak sengaja
ngelontarin kata yang ada dipikiranku di depan Neo.
“Biasa
aja.”
“Apa
Din? Mereka keren tau, masak kamu bilang biasa aja sih. Kamunya nggak normal
deh. Semua cewek di sekolah ini coba kamu tanyain satu per satu pasti banyak
yang bilang keren. Cuma kamu deh Din yang bilang mereka biasa.”
Apa benar yang dibilang Neo, apa memang aku nggak normal
ya? Aku bingung tapi perasaanku bicara sih emang kak Bimo itu biasa aja, lha
mukanya aja kayak pak Ogah temen si Unyil kok. Rambutnya cepak hampir botak,
sukanya bilang ‘gopek dulu dong’, tapi iyasih banyak kelebihan dibanding
kekurangan yang dia miliki. Badan tinggi tegap, warna kulit sawo matang, hidung
mancung, sholeh kayaknya, jago bikin puisi, jago basket pula. Tapi tetep aja
menurutku dia kayak Pak Ogah.
Malam Pertama^^
Matahari udah mulai malu menampakkan diri, kini sang
bulan yang mengganti si matahari untuk menerangi makhluk di bumi. Wah setia
banget ya mereka, selalu mengisi secara bergantian, mau berbagi walau tak
selalu bersama. Apakah aku dan Neo bisa seperti bulan dan matahari ya, apakah
kita bakal langgeng seperti itu? Biar keadaan yang menjawabnya.
Aku
suka dengan suasana malam ditambah percikan hujan yang dengan lembut menyapu
wajah ini. Entah mengapa aku teringat
akan sosok pak Ogah, ketika dia lewat depan rumah membawa sepasang bunga merah
putih beserta segulung kertas yang pasti berisi puisi buat Neopolitan mungkin.
Dasar alay gumam batinku. Ini kan udah zaman maju kok ya masih ada cowok mau
bergelut di bidang sastra terlebih puisi. Kumpulan puisi kak Bimo pasti
memenuhi mading dan majalah bulanan yang pihak sekolah terbitkan. Tak
henti-hentinya nama Bimo Alfernanda Sutasoma tertulis disetiap kumpulan sastra
sekolah kami, persis seperti puisi karangan Mpu Tantular yang melonjak naik
pada zaman dahulu kala. Menurutku puisi yang dia buat lebih indah puisi buatanku,
tapi aku nggak nyangka namaku tak pernah muncul dimana-mana paling munculnya
hanya di netbok sendiri atau hanya
muncul di memo android kepunyaanku.
Harus aku tingkatin kayak apalagi coba? Menurutku dan
menurut Neo puisi buatanku itu the best. Hanya saja pak Ogah nggak mau ngluwangin
waktu buat nyamperin aku tatkala aku sedang asyik mendaratkan jemari yang nggak
lentik di netbok. Seandainya dia tau
betapa dahsyatnya puisi karya Dinar Nales Panuluh pasti dia minder deh.
Oke,
mungkin hanya dengan cara ini pak Ogah mau baca puisiku, dan dia mau bantu aku
terkenal kayak dia. Saatnya memulai rencana. Hape mana hape.. tulis pesan
isinya tentang puisi yang paling the best
kirim ke pak Ogah, untung aku punya nomer pak Ogah dari majalah sekolah.
Sent : Pak Ogah <085640123456>
SENJA
Merubah mega serasa permen kapas yang
sangat manis
Menyejukkan puingan hati dari luka yang
membara
Mengisi setiap kekosongan menjadi sesuatu
yang sempurna
Adanya cinta dan ketulusan yang dapat
merubah mega serasa permen kapas
Adanya dua hati yang mau berbagi kekosongan
yang pasti bukan sekedar asal-asalan
Kau harus sadar itu tatkala senja dan
kesepiannya menyapa
20:02, 24 Jun
From : Pak
Ogah <085640123456>
Puisi yang
cukup indah, oiya dengan siapa saya sedang berbalas pesan?
20:05, 24 Jun
Oh
tuhan, akankah ini menjadi sesuatu yang sangat wow di hidupku, ternyata pak
Ogah baik banget. Aku harus gimana nih, ngaku kalo aku Dinar apa aku harus
bohong. Soalnya aku takut ketawan Neo, aku takut Neo salah paham. Aduh apa yang
harus aku lakukan? Tenang, tarik napas, belum saatnya aku ngasih tau ke pak
Ogah kalau aku Dinar bisa-bisa dia sok keren lagi dikira aku suka sama dia.
Sent : Pak Ogah <085640123456>
Aku Chairil, kita satu sekolah kok kak,
terimakasih kakak udah mau ngritik puisi yang aku buat. Maaf nganggu selarut
ini. Tujuan aku sms kakak, aku hanya iri sama kakak. Nama kakak selalu ada di
bidang sastra yang pihak sekolah terbitkan.
21:10, 24 Jun
From : Pak Ogah <085640123456>
Haha.. :D Chairil kamu bisa aja. Puisi yang
ku buat biasa aja kok. Hanya kemauan dan tekad keras yang bisa buat aku kayak
gini. Kamu mau seperti aku, aku bisa bantu kamu kok tapi gopek dulu dong.
Ahahaha becanda kok Chai nggak usah pake gopek. Kalau kamu nggak keberatan
puisi yang barusan kamu kirim bakal aku terbitin di buletin sekolah gimana?
21:19, 24 Jun
Sent : Pak Ogah <085640123456>
Wah, terimakasih kak Bimo. Terimakasih
banyak. Yasudah kak selamat malam, terimakasih sudah mau membantu.
21:30, 24 Jun
Pagi Kedua^^
Aduh!!
Kenapa ada pak Ogah bersanding dengan Neo? Duh, duh, duh gimana kalau pak Ogah
tanya-tanya soal nomer itu. Wah pasti aku bakal habis nih. Mending pura-pura
nggak lihat.
“Dinar..
sini ikut gabung sama kita.” Neo lihat aku lagi. Gimana nih. Tarik napas dan mbesss...
“Eh
iya, hai Neo, hai kak Bimo, aku sebenernya nggak mau ganggu kalian.”
“Dinar
apaan sih, kamu nggak nganggu kita kok. Oiya kak, ini Dinar sahabat aku dari
kecil sebelum masuk TK malah.”
“Oo,
ini yang namanya Dinar. Jadi kamu yang....”
“Bukan
kak, emm itu bukan aku, emm mungkin kakak salah ngira, aku nggak pernah sms
kakak.”
“Ha
apa Din? Sms apaan? Maksud kak Bimo itu bener kalau kamu Dinar yang sering aku
ceritain. Lhah kok kamu malah jadi gugup sih. Ooiya kak, Dinar juga jago bikin puisi lho persis seperti
kakak.”
“Aku
nggak gugup kok Neo, mungkin aku kurang fokus aja. Lebih baik aku sarapan dulu
kali ya biar fokus. Permisi kak Bimo, duluan ya Neo.” dari pada nanti aku ketangkap basah mending
kabur aja.
“Temen
kamu aneh Neo, hahaha.” Kak Bimo nampakin gigi super putihnya dihadapan Neo.
“Dia
memang kayak gitu kak kalau belum sarapan, tapi sebenarnya dia asyik kadang
lumayan cuek sih.”
Di
balik pohon cemara aku memandangi mereka yang sedang seru beradu gelak tawa.
Sedangkan aku hanya berteman sepotong roti pengganjal perut. Kak Bimo memang
kayak pak Ogah tapi bener kata Neo dia mirip pangeran yang kami idamkan. Neo
beruntung bisa jadian sama kak Bimo, sebaliknya kak Bimo juga beruntung bisa
dekat sama Neo. Mereka pasangan yang serasi. Mengapa perasaanku seperti ini,
seperti tidak rela melihat keakraban itu.
Bukankah aku lebih sempurna dibanding Neo?
Tapi kenapa Neo yang dekat sama kak Bimo. Kenapa aku seperti ini Tuhan? Kenapa
aku iri sama Neo, bukankah dia sahabatku dan tak seharusnya aku berfikir
sepicik itu. Aku harus merelakan kak Bimo untuk Neo. Dulu aku hanya kagum
dengan kak Bimo, hanya sebatas itu. Di mataku kak Bimo itu standart, tapi kenapa rasa tak rela muncul ketika aku melihat Neo
dan kak Bimo bersatu. Dustakah aku Tuhan?
Semakin
aku mencoba berpaling muka dari mereka, semakin aku ingin tau apa yang sedang
mereka lakukan. Haruskah aku terjerat perkataan Neo jika benci bisa jadi cinta,
tapi aku tak pernah sedikitpun membencinya. Aku biasa aja terhadap kak Bimo tak
kurang juga tak lebih. Seharusnya aku bisa menerima kenyataan demi kebahagiaan
sahabatku Neo.
“Din,
sendirian aja. Kamu lihat apa sih?”
“Nggak
apa-apa kok cuma lihat insan Tuhan sedang kasmaran.”
“Din,
kamu cemburu ya, soalnya dari tadi kamu lihatin Bimo sama Neo terus? Roti di
tangan kamu juga masih utuh. Biasanya nggak pernah seperti ini, kamukan cewek
paling doyan makan di sekolah, sampai pipimu aja mirip bakpao.”
“Apa?
Bukan kok aku sama sekali nggak cemburu. Hanya saja roti ini nggak enak.”
jawabku tanpa gairah.
“Oo
gara-gara roti, ya sudah sini aku aja yang makan dari pada mubazir.”
Suara
itu mengambil perlahan roti di tanganku. Anehnya suara itu tau siapa aku dan
apa kebiasaanku. Pandanganku masih terpusat kepada mereka aku mengabaikan siapa
lawan bicaraku. Terlintas pesawat kecil dihadapanku dan aku sadar bahwa apa
yang ku lakukan salah. Lebih baik aku melihat siapa pemilik suara itu.
“Lhoh...?
Bukannya kakak teman kak Bimo? Lantas kakak tau kebiasaanku dari mana? Terus
kenapa kakak makan roti ku kan aku lapar kak.”
“Iya aku
Anwar teman Bimo. Aku tau seluruh kebiasaanmu dari Neo. Roti? Bukannya kamu
sendiri yang bilang rotinya nggak enak. Mumpung aku lapar jadi aku makan deh.”
“Kak
Anwar... kenapa dimakan sih? Pokoknya kakak harus beliin aku nasi goreng keju
di kantin! Ayo!!!”
“Iya
deh iya, 5 menit lagi mau bel masuk gimana? Pulang sekolah aja ya belinya.”
“Perutku
pasti main keroncong deh, sabar ya cacing manis. Kak Anwar suka jail sama Dinar.
Kamu harus sabar, pulang sekolah mau dibeliin nasi goreng keju sama kak Anwar.”
“Itung-itung
diet tembem, pipinya udah segede bakpo itu lho...” melontarkan senyum manis di
hadapanku.
Tetott, tetoot bel masuk udah berbunyi, 2 menit lebih awal dari perkiraan
kak Anwar. Selama pelajaran dimulai terlintas perkataan kak Anwar. Dia bilang aku
tembem, apa iya aku tembem. Bukannya aku ini cute ya. Duh lupakan. Paling kak Anwar naksir sama aku. Kalau iya
gimana, kalau kak Anwar suka sama aku nanti aku ditembak, nanti aku nggak bisa
bebas makan dong, lha tadi udah suruh diet sama dia. Aku simpatinya kan sama
kak Bimo bukan kak Anwar. Memang sih kak Anwar jauh lebih cool dibanding kak Bimo tapi dia nggak bisa buat puisi. Apa iya ini
jodoh dari-Nya untuk Dinar Nales Panuluh biar aku bisa tau rasa asmara, biar
aku lebih lembut jadi orang dan biar aku lebih sesuatu gitu dibanding Dinar
yang dulu.
Ternyata
pelajaran kali ini mengenal asmara seperti yang aku rasa sebelum pelajaran ini
disampaikan. Kata guru agamaku, Islam tidak mengajarkan tentang pacaran, namun
Islam mengajarkan tentang ta’aruf
atau saling mengenal. Berarti Neo dan kak Bimo nggak dibolehin dong dalam Islam.
Oke, sekarang aku tahu, kalau bisa aku nggak mau pacaran. Takut dosa. Mungkin
lebih baik aku menjadi pengagum rahasia agar tidak menyakiti hati sahabatku
Neo. Lalu apa aku harus membiarkan kak Anwar semakin berharap untuk mendapatkan
separuh hatiku, membiarkannya begitu saja tanpa mengubrisnya. Malang sekali
nasib kak Anwar, tidak seharusnya aku bersikap dingin kepadanya. Itu hak kak
Anwar jika dia menaruh separuh hatinya untukku. Yang terpenting ada kewajiban
untukku menanggapi apa yang akan diutarakan kak Anwar. Sekali lagi kalau bisa Dinar tidak mau pacaran dulu ingat
pesan mama, papa, dan guru agama bahwa jodoh akan datang dengan sendirinya tapi
kita juga harus berusaha mencari bukan untuk kini tapi kelak jika sudah mampu
menghadapi kerasnya hidup, untuk saat ini Dinar mau fokus sama ilmu dulu biar
cintanya lebih berkelas seperti kata pak Mario Teguh.
Klunting . . . pesan baru dari Neo.
From : Neopolitan <085640112233>
Dinar ada buletin baru nih, ayo cepet ke
ruang Osis.
12:30, 25 Jun
Buletin baru. Yeah!! Semoga ada puisiku yang dimuat dan
semoga kak Bimo nepatin janjinya tadi malam. Kalau puisi aku dimuat pasti aku
bakal terkenal melebihi kak Bimo. Cuss Osis..
“Neo, mana buletin baru?”
“Ini Din, baca aja. Ada puisi keren lho judulnya Senja, ciptaan Chairil. Kamu tau Chairil
nggak Din? Aku nggak pernah lihat itu orang.”
Chairil itu aku Neo, kalau tadi malam aku nggak bohong
sama kak Bimo pasti sekarang namaku terpampang nyata di buletin sekolah. Ya
sudah, itu kesalahan aku ngapain aku bohong tadi malam. Penyesalan selalu
datang belakangan sih. Pupus harapanku kali ini karena kecerobohannku dan
gengsi yang aku pelihara.
Malam kedua^^
Kalau ingat kejadian tadi pagi, waktu sempat bete lihat
dua insan yang begitu akrab ditambah gagalnya jadi siswa terpopuler di sekolah
gara-gara puisi karyaku diberi nama Chairil itu rasanya ancur di hati. Serumit
ini asmara yang harus dijalani para remaja sepertiku. Apa ini yang dinamakan
jatuh cinta diam-diam. Tapi aku lebih suka nyebut kalau cinta yang aku rasa
sebagai cinta ombak yang tidak pernah stabil. Pertama kali saat belum
berkenalan dengan kata bosan, memang rasanya seperti terbang melambung tinggi,
sesudah berkenalan dengan rasa bosan cinta itu jatuh serendah-rendahnya. Remaja
dengan segudang aksi takkan pernah terloloskan tanpa adanya relief cinta di
hatinya. Tak perlu pacaran, rasa kagum juga dapat memunculkan firasat kasmaran
yang amat dahsyat.
Tatkala
aku ingin mengirim pesan untuk kak Bimo, hati ini berlari-lari diantara
kegalauan. Aku mengurungkan niat itu. Lebih baik ku tulis sebuah puisi
sederhana yang ku tunjukan pada seseorang penyambut masa depan ku. Bukan kak
Bimo dan bukan kak Anwar. Mereka berdua mungkin hanya menjadi kisah masa lalu.
Mereka berdua akan bertemu insan yang mereka cinta dan pasti bukan aku yang ada
di antara mereka berdua seperti yang sekarang ini.
Rasa Ini
Akankah engkau sanggup menata hati
yang ternodai?
Ternodai sepercik kegaluan dari
tatapan kedua mataku terhadapnya
Bawa aku pergi dari sini wahai sang
rembulan
Aku tak kuasa melihat mereka dengan
segudang canda tawa mesra
Bawa aku lari dari sini wahai sang
rembulan
Agar aku lelah sebelum melihatnya
lebih lama
Aku ingin engkau melengkapi
kekeroposan yang telah dia buat
Aku ingin engkau menghapus noda
kegaluan yang telah dia tancapkan
Aku ingin engkau mengerti dan
memahamiku
Karena cintaku serumit puisi yang
ku cipta
Seindah syair puisi yang ku tulis
Pahami aku wahai sang rembulan
Karena dengan batin ikhlasmu akan
menuntunmu kepadaku
Aku
heran mengapa aku menulis puisi demikian. Baru kali ini aku menulis puisi
tentang cinta beserta kegaluannya. Izinkan aku untuk tetap berkarya walau tak
ada seorangpun yang mengetahui dan mau membaca karya ini, setidaknya aku bisa
menghapus luka karena mereka yang tengah berbahagia. Sesungguhnya tak ada
keharusan untuk aku seperti ini, tapi hati ini berkata tak mampu setiap melihat
kebahagiaan mereka.
Allah, kini
tidak ada satupun orang yang bisa memahami perasaanku, tak ada yang mau
mendengar curhatku setiap malam. Perlahan peluh ini turun melewati bakpao dan
seketika melembabkannya. Kalau aku curhat sama mama, papa, atau kakakku pasti
mereka akan tertawa mendengar semua ocehanku. Kalau aku curhat sama Neo berarti
aku nikung sahabatku sendiri. Gara-gara kak Bimo semua ancur kayak gini. Kak
Anwar juga tidak bisa mengakhiri masalah ini. Malah diperkeruh olehnya.
Klunting . . . pesan baru dari pak Ogah (mataku terbuka lebar
selebar-lebarnya). Ha, tralala trilili tralilali? Pak Ogah? Ngapain lagi dia
sms aku, tambah galau kan jadinya. Apa aku hapus kontaknya dan aku ganti nomer
baru aja ya. Tapi alangkah lebih baik aku buka pesannya terlebih dahulu. Tidak
baik membuat orang menunggu.
From : Pak Ogah <085640123456>
Chairil lagi apa? Ada puisi baru nggak?
Maaf lho nganggu J
21:19, 25 Jun
Ngapain
coba dia kayak gitu? Oo, jadi dia cari perhatian sama semua cewek. Dasar cowok,
nggak kasihan apa sama Neo. Kalau Neo tau bisa hancur lebih hancur hatinya dari
apa yang aku rasa. Ih dasar cowok genit, sok kegantengan!! Oke, gue akan ikutin
permainanmu, jangan sampai kamu sakitin hati Neo. Udah cukup aku yang sakit
lihat kamu dan Neo bahagia, tapi aku lebih sakit kalau kamu bikin sahabatku air
matanya habis!!
Sent : Pak Ogah <085640123456>
Kak Bimo pertanyaannya banyak banget, kek
hujan kalo lagi turun. Yaudah aku jawab deh. Pertanyaan pertama : Aku lagi
selesai upload foto di Instagram. Pertanyaan kedua: Nggak ada kak Bimo, aku
kurang inspirasi. Banyak masalah nih, aku juga lagi galau makanya upload foto
alay nggak jelas. Dan kak Bimo sama sekali nggak ganggu Chairil. Oke fix
adalagi?
21:22, 25 Jun
From : Pak Ogah <085640123456>
Wah pasti masalah cowok ya. Cowok yg kamu
suka udah jadian sama sahabat kamu. Yg sabar yang Chairil pasti suatu saat
nanti kamu akan merasakan apa yang kau impikan selama ini. Belum pernah pacaran
kan? Ahahah :D
21:49, 25 Jun
Duh,
kenapa dia tau apa yang aku rasakan saat ini. Semua ini juga karena mu kak Bimo
aku galau kayak gini. Tanggung jawab dong. Oke gue jawab lagi, gue ikutin apa
yang elo mau.
Sent : Pak Ogah <085640123456>
Kok kakak tau? Terimakasih ya kak udah
sedikit hilangin galau ku. Trus kakak nyindir aku gitu? Biarin, aku belum
pernah pacaran yang penting aku udah pernah jatuh cinta.
22:00, 24 Jun
Aduh..
kenapa aku tadi kirim pesan kayak gitu ya. Aku malah curhat sama Pak Ogah.
Duh.. terlanjur sudah. Biarin ah, dia taunya aku hanya Chairil bukan Dinar.
Untunglah.
From : Pak Ogah <085640123456>
Kakak nggak salah baca kan Chai? Kamu jatuh
cintanya bukan sama kakak kan? Ahahaha.. Cepet tidur soonoo, penulis puisi cuek
bebek, sampai ketemu di dalam mimpi ya... Night {} ...
22:08 24 Jun
Kenapa
kak Bimo sms demikian? Sebenarnya dia tahu aku Dinar nggak sih. Kok sifatnya
aneh kayak gitu ya. Terus kalau Neo tau aku sering smsan kayak gini, gimana
rasanya jadi Neo ya. Pasti dia bakal putusin persahabatan ini deh. Aku kejam
banget ya. Tapi aku lakuin ini demi Neo biar dia nggak kena tipu daya kakak sok
kegantengan itu. Apa aku salah ya? Duh.. rumit sekali rasa yang mendera hati
ini. Aku memang suka sama kak Bimo, tapi keduluan sama Neo sahabatku sendiri.
Aku nggak tau harus apa dan bagaimana. Sms yang kak Bimo kirim ke aku bikin aku
tambah greget sama dia, tapi aku nggak boleh sakitin Neo.
“Dinar
sayang, matiin lampunya. Cepet tidur nak. Besok peri kecil mama kesiangan lho
bangunnya, nanti ketinggalan sama mobil kerja kakak lho.” (kata mama di balik
pintu kamarku)
“Iya,
ma..”
“Oke
sayang, selamat malam, alarmnya dipasang ya.”
Pagi Ketiga^^
“Mam, Pap.... Dinar hari ini berangkatnya bareng sama Neo
aja ya. Biar kakak nggak usah puter balik. Kan kakak ada rapat penting
katanya.” (nyomot satu lembar roti bertabur keju)
“Bener nggak papa sayang? Nanti kalau udah pulang BM Papa ya. Biar nanti Papa yang jemput kamu. Itu
jilbabnya dibenahin, rusuh gitu. Yang rapi dong sayang.”
“Iya Pap, Mam.. Dinar pamit ya, tenang saja Dinar sudah
minum vitaminnya kok, Dinar pasti baik-baik saja. Assalamualaikum..” cium dua
tangan papa mama dulu.
Sampai rumah Neo...
“Lho, Dinar? Ayo masuk nak, Neo baru sarapan.”
“Iya Tante terimakasih, Dinar langsung ke dalam mobil
saja ya, Dinar masih rada ngantuk tante.”
“Iya Din, nanti Tante bilangin Neo kalau kamu udah nunggu
di dalam mobil. Tante ke dalam dulu ya.”
“Iya, Tante.”
Mobil Neo seperti mobil aku juga, kita pakainya
bareng-bareng. Kita suka banget patungan buat beli bensin. Makanya aku sudah
biasa banget kayak gitu. Neopolitan dan Dinar sama-sama cewek yang perhitungan
soal uang. Kita bukan pelit tapi hemat lho.
Di dalam mobil Neo...
“Din hari ini jam kosong loh. Cuma ada ajang lomba baca
puisi aja. Kamu mau ikutkan?” senyum simpul.
“Neo... aku nggak berani ah, aku nonton aja ya.”
“Seriusan? Ini saatnya kamu tunjukkan kepada seluruh
warga SMA PEJUANG bahwa kamu itu berbakat lho Din. Biar nggak cuma kak Bimo aja
yang jadi pengisi acara yang paling dikagumi.”
“Nggak mau Neo, aku malu.”
“Ya udah. Tapi aku tetep semangatin kamu buat ikut lomba
yang lain. Aku mau mimpi kamu tentang puisi-puisi itu terwujud semua Din.”
Neopolitan.. kamu baik sekali sama aku, padahal aku
hampir merebut kak Bimo dari kamu. Sekarang aku pastikan bahwa aku akan
mengikis ingatan ku tentang kak Bimo. Aku merasa rendah di depan Neo kalau
seperti ini terus. Aku harus jujur sama Neo secepatnya, bahwa aku sering
berbalas pesan dengan kak Bimo dan aku ini adalah Chairil.
Sekolah..
“Anak-anak dengarkan baik-baik, acara akan dimulai. Bagi
peserta silakan berkumpul di samping panggung. Seluruh warga sekolah silakan
duduk dikursi yang telah kami sediakan. Marilah kita buka acara dengan bacaan basmalah bagi yang beragama Islam dan
non Islam menyesuaikan. Terimakasih.”
Acara hari ini berlangsung sesuai jadwal yang telah
disiapkan panitia. Di akhir acara tampak sosok lelaki berjas hitam dengan
dandanan sangat rapi membawa secarik kertas putih. Perlahan suara itu terdengar
di telinga kami, suara yang khas dan aku sangat mengenalnya.
Untuk Engkau Disana
Bila hanya engkau yang ada disisiku saat ini
Aku adalah makhluk paling beruntung
Melihat paras cantik terselimuti kerudung putih
Yang nampak sebatas cekungan tipis dipipi manis itu
Senyumnya jarang ku temui dan amat membekas di hati
Apakah engkau merasakan hal yang sama wahai sang mentari?
Bahwa rasa ini terus mengusik di memori
Apakah engkau tau bahwa aku mengagumi mu wahai sang mentari?
Lewat pesan kecil caraku mengobati rinduku padamu
Aku tak kuasa melihat engkau begitu acuh kepadaku
Mentari aku ingin engkau tetap menyinari hati yang gelap ini
Ajari aku agar aku mampu merubah mega menjadi permen kapas
Agar aku bisa menikmatinya bersamamu
Suara kak Bimo, ya itu kak Bimo. Puisi yang dia bacakan.
Kenapa puisinya berisikan mega dan permen kapasku. Apa yang terjadi saat ini?
Aku bingung, mengapa ciri-ciri dalam puisinya berisikan aku semua? Apa ini?
“Din, kamu sudah dengar semuannya kan. Sekarang sudah
jelas.”
“Maksud kamu apa Neo? Apa maksud semua ini? Neo, aku mau
jujur sama kamu bahwa Cairil selama ini adalah aku. Neo.. aku minta maaf selama
ini aku berbalas pesan dengan kak Bimo tanpa sepengetahuanmu. Aku sudah nikung
kamu dari belakang Neo. Aku mengagumi kak Bimo. Benar kata kamu bahwa kak Bimo
itu keren, dia emang kayak pak Ogah, Neo tapi aku tertarik kepadanya. Maafkan
aku Neo.” aku menangis dan mengenggam tangan Neo.
“Din. Aku udah tau semuanya. Kamu nggak salah kok. Aku
udah tau dari awal. Sudahlah.”
“Neo.. maafin aku ya.”
“Din.. kamu sahabat aku dari zaman kita masih baby. Masa kamu nggak tau bahwa Bimo itu
saudara aku sih? Bimo itu cinta sama kamu dari lama, dia dekatin aku biar bisa
dekat sama kamu. Dia kirim mawar dan puisi itu buat kamu, tapi dia nggak pernah
berani ngasih kamu langsung. Kamu itu cuek bebek sekali.”
“Jadi Neo? Kamu bukan siapa-siapanya kak Bimo? Bukan
pacar? Kamu kok tega ya. Jail sekali.”
“Din, kamu sudah tau kan bahwa aku pengagum rahasiamu.
Aku udah tau kok kalau kamu nyamar jadi Chairil.”
“Kamu tahu kak Bim?”
“Tahulah, yang galau gara-gara aku ya ada. Yang sering
panggil aku pak Ogah ya ada.”
“Jahatnya... Kalian cocok deh ikutan audisi jadi artis.
Akting kalian bagus.” manyun akunya
“Aku cinta kamu Dinar, aku mencintaimu secara diam-diam.
Aku tau kamu belum mau pacaran, tapi aku akan menunggumu sampai nanti. Walau
kita tak bisa bersama tapi kita akan langgeng seperti bulan dan mentari. Aku
akan menjadi sosok yang nyata seperti yang kau tulis dalam puisimu Rasa Ini.”
“Aku juga mengagumimu dan mencintaimu secara diam-diam
pak Ogah. Aku akan menagih janjimu. Kalau kamu bakal nunggu aku suatu saat
nanti.”
Hari kesekian memang terasa indah, akhirnya jatuh cinta
diam-diam yang selama ini kami jalani berujung pada cinta yang pasti, tentunya
cinta yang halal. Jatuh cinta diam-diam itu sakitnya luar biasa. Lebih sakit
dari sakit gigi, karena apa? Melihat orang yang kita kagumi bersanding dengan
orang lain, rasa sakitnya itu menjalar dimana-mana, susah tidur, makan, atau
bahkan pikiran ini penuh dengan dia sosok yang kita kagumi. Apalagi cinta
diam-diam yang kita rajut tersendat karena sahabat kita sendiri. Tapi jatuh
cinta diam-diam bisa berujung manis seperti permen kapas, asalkan cinta kita
terbalas. Bukan bertepuk sebelah tangan. Jangan pernah lelah mengagumi sosok
yang dicintai secara diam-diam karena suatu saat nanti dia akan merasakan apa
yang kau rasa. Sekeras apapun gula batu, pasti ia akan larut di dalam air jika
mau sabar menunggu.
“Neo,
aku juga mencintaimu secara diam-diam.” cetus kak Anwar di belakang kami
bertiga.